Rindu Petani di Desaku

salam kesejahteraan (yang masih dalam angan)

aku lahir di sebuah desa pesisir, laut lepas, lahan sawah luas (sebagian masih lahan tidur).

sejak aku lahir sampai sekarang. pengairan sawah di desaku, masih berharap hujan dari langit. Padahal, perubahan iklim; kapan hujan kapan kemarau, tidak bisa diramal lagi oleh orang-orang tua di desaku.

hari ini, aku masih terus berikhtiar, gimana caranya aga
r tanah kelahiranku itu, bisa memiliki sawah yang pengairannya bersumber dari irigasi. Pemda juga belum serius menangani. hasil musrembang, proposal, gak pernah ditindaklanjuti.

jadi, ketidak tahuan petani bercocok tanam, bukan penyebab mengapa mereka gak sejahtera?
tapi juga karena pemerintah kurang memperhatikan infrastruktur penunjang. misal; jalan kantong produksi, irigasi, dll.

*maaf, status KERINDUAN untuk masyarakat di desa EL. yang tadi siang nelvon, meminta bantuan agar EL bisa bantu mereka melobi pemda propinsi.

Ahh... entah kapan nasib para petani di negeri ini bisa membaik.

Curhat inspiratif (romansa cinta masa SMA)

Surat cintaku ternyata sesuatu!

*
Tiga hari yang lalu. Aku dihubungi (lewat hp) oleh mantan kekasih, yang "terpaksa" kuputuskan karena perjodohan yang menyayat hati. Sebut saja namanya Kalin.

Setelah ngobrol panjang lebar tentang dunia sastraku saat ini. Ia kemudian minta maaf.
"Kak, sebenarnya saya punya salah," tuturnya dengan suara pelan dan mengharap iba.
"Emang salah apa? Kan seharusnya aku yang minta maaf, karena aku yang banyak salah selama ini."

"Gini Kak, waktu Kak EL pergi ke Palu untuk lanjut kuliah, kan sempat nitip surat cinta untuk saya. Nah, isi surat itu, aku tulis kembali dalam bentuk puisi, tanpa aku rubah kata-katanya. Hanya susunannya saja yang berubah. Puisinya aku pajang di Mading sekolah. Karena puisi itu aku dipanggil oleh Guru Bahasa Indonesia. Beliau memuji puisi itu, dan menjadikannya sebagai rujukan penulisan puisi bagi siswa sekelas. Kemduian aku jujur, bahwa semua kata-kata dalam puisiku, bukan karyaku. Tapi yang aku ambil dari surat Kakak. Dan baru hari saya sempat jujur dan minta maaf, karena memajang isi hati Kakak di mading sekolah".

Aku tersanjung mendengar pengakuan itu, sembari mengingat surat yang pernah aku tulis dulu.

***

Hem, el hanya pengen bilang bahwa...
sastra sebenarnya sudah dekat dalam hidupku sejak aku masih usia SD.
Mulai dari ikut lomba membaca puisi antar SD.
Bermain drama di acara perpisahan SMP.
Dan kebiasaan yang paling sering aku lakukan adalah...
menulis surat cinta untuk gadis yang kukagumi.
Aku rela membeli kertas surat berwarna pink.
Biasanya surat itu aku gunakan untuk menyatakan cinta, atau pada saat perpisahan.
Hehe, jadul tapi sangat membekas dalam ingatan.
Mungkin dari sanalah aku belajar secara otodidak. merangkai kata-kata dengan indah dan menyentuh jiwa. Dan Alhamdulillah. 2011 kemarin aku bergabung di WR. Wadah yang kuyakini, akan menghidupkan kembali "ruh sastra" dalam hatiku.
Kuantitas karya bukan masalah. Aku sedang belajar dan terus belajar. Agar kelak mampu mencipta karya luar biasa. Semoga bisa.

Pesan EL;
Mencintai sastra, tidak cukup dibuktikan dengan "aktifitas" menulis belaka. Ia-nya perlu menyatu dengan kehidupan. Maka, jadikanlah ia "ada" di dalam hidup kita. Hingga kita merasa, bahwa tanpanya kita kehilangan sesuatu.

Tidak perlu menyandang identitas sebagai penulis hebat atau penya'ir terkenal. Sesungguhnya sastra itu adalah nutrisi untuk jiwa. Pelipur! Penguat!

Kini, mungkin kita baru sadar satu hal, bahwa kita telah menikmati kebersamaan dengannya sejak dulu. Meski terlambat tersadar, kita akan belajar, agar bahagia bersamanya. Selamanya.

I Love sastra, kamu juga kan?


Hehe,...
demikian curhat EL.
Semoga mengisnpirasi!


Percakapan di ruang maya, antara Saya dan Aku

Hari ini, ada dua ruh yang bercakap-cakap di ruang mayaku.
Yah, mereka kuberi nama; Saya dan Aku.
Kurang lebih seperti ini perkapan mereka:

SAYA:
EL, kamu ingin jadi penulis?
Hem... penulis tuh dah banyak, dan hebat-hebat.
Mereka berlatar belakang pendidikan di luar negeri, belajar sastra sejak dini, miliki fasilitas menulis yang memadai.
Kamu, hanya pinjam komputer teman, kadang harus ngumpulain duit untuk internetan.

AKU:
Iya, benar. Aku ingin jadi penulis dan sedang belajar menulis.
Loh, kan gak ada kata terlambat untuk memulai sebuah impian.
Toh ada yang bisa nulis buku luar biasa dari balik jeruji.
Toh ada yang bisa menulis buku best seller, hanya dengan fasilitas seadanya dan modal lima jari.
Yah... aku coba aja dulu. Lagian, niatnya kan untuk ibadah.
Jadi, aku yakin Tuhan akan mempermudah perwujudannya.

SAYA:
O, gitu ya?
Terus, katanya kamu sedang belajar dan menggeluti profesi sebagai motivator?
Dan bermimpi ingin keliling Indonesia berbagi inspirasi. Benar gak sih?
Walah... saya pikir orang di negeri ini gak butuh motivasi lagi bro!
Semua dah pada semangat! Udah pandai bermimpi dan mampu mewujdukan mimpi mereka.
Gak perlu diberi motivasi. Lagian, dah banyak motivator kelas dunia, kamu baru anak kemarin!

AKU:
Yup! Insya Allah bisa.
Manusia pasti butuh dorongan untuk terus maju menggapai impiannya, baik dari dalam maupun dari luar.
Hidup gak selalu indah dan berjalan pada relnya. Kadang jatuh, tak tahu arah hidup, bingung, bahkan pesimis.
Nah, pada situasi kayak gitu, motivator dibutuhkan.
Yee, setiap pribadi kan memiliki latar belakang dan ciri khas sendiri kawan.
Jangan samakan aku dengan motivator lainnya.
Lagian, mereka yang berhasil menginspirasi, bukan sebatas tingginya ilmu, bukan sebatas sepandai apa beretorika.
Tapi, juga didukung faktor "power dari dalam". Yakni; sebanyak apa pengalaman hidup yang benar-benar dijalani.
Nah, dengan pengalaman itulah aku akan berbagi.
*Jawab aku meyakinkan saya, sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya.

SAYA:
Oh ya, yang terakhir...
Saya dengar kamu pengen jadi pemimpin ya? Apa tuh? Bupati? Gubernur? atau??
Saran saya... jangan terlalu tinggi cita-citanya!! Ntar jatuhnya sakit loh! Dunia sekarang kalau pengen megang pucuk pimpinan/kepala daerah, harus punya uang banyak. Masyarakat kita pada matre! Doyan disuap!
Ssistem politik dikendalikan uang! Aturan main pemilihan pemimpin didikte oleh kekuasaan.
Jjadi kalau wong cilik kayak kamu, meski mampu dan berkualitas, gak usah mimpi jadi leader!!

AKU:
Iya... mimpi jadi pemimpin itu sudah tertanam sejak dulu. Sebelum aku terjebak di dunia politik, hukum, dan literasi.
Dan aku belajar menempa diri tuk jadi leader, sejak usia dini.
Yah, setidaknya aku belajar memimpin diriku sendiri, agar selamat dari keterpurukan, ketika aku masih usia belia.
Setidaknya... kapan pun, di mana pun, dalam komunitas apa pun yang kugeluti, aku selalu dapat amanah jadi leadernya. Internal maupun eksternal. Maya maupun nyata.
Loh... kan keburukan citra kepemimpinan di negeri ini gak akan bertahan selamanya.
Akan tiba masanya, di mana rakyat akan cerdas memilih.
Akan datang waktunya, persekongkolan kejahatan dikalahkan oleh kebaikan.
Akan tiba saatnya, kaum mayoritas yang zalim, akan dikalahkan oleh kaum minoritas yang berjuang untuk kebenaran.
Lagian... jadi pemimpin juga gak mesti jadi pejabat kalle!!
Kan banyak cara lain, banyak jalur lain, kalau gak bisa jadi leader di masyarakat, ya bikin dunia sendiri dalam imaji, trus jadi pemimpin dech di sana... hehe... gitu aja kok repot!

Aku merasa lega, karena berhasil menjawab introgasi Saya.
Saya pun berlalu, dan tertunduk pilu. Karena tidak berhasil memengaruhi aku, agar melupakan mimpi-mimpinya.

*risalah mimpi, di siang hari, ba'dah dzuhur.
__________

Sahabat...
udah, gak usah cari alasan untuk gak berhasil.
mulai sekarang, bermimpilah...
perbesar impian itu, semaikan dengan cinta dan keyakinan.
rawat pertumbuhann dan perkembangannya dengan ikhtiar; memantaskan diri tak berkesudahan.

dan jangan lupa, cintailah setiap prosesnya...
tepis semua ragu yang kadang muncul, karena keraguan hanya membuat kita kalah sebelum berjuang.
semoga Alam ikut berkontribusi, dalam perwujudan impian kita.
Insya Allah.

Catatan:
Sahabat yang punya impian, tulis mimpinya di komentar catatan ini yaa...
el pengen tahu dan mendo'akannya agar terwujud.

*Erpin Leader (Sang Leader, Writer Pengobar Semangat)